Monday, October 11, 2010

Tragedi Kopi.....(õ_ó) *edisi revisi*

Entahlah...bingung memulai...

Suatu hari, entah bagaimana aku tlah mendaftarkan diri dalam sebuah seminar yang iming2 keuntungannya menggiurkan. Seminar ini hanya Rp 50.000 namun bonus dan hadiah2 lainnya itu menggiurkan yang kalau dikalkulasikan senilai Rp 500.000. Salah satu bonus'a adalah kelas menulis yang diadakan selama bulan puasa. Setelah dipikir2, terlalu banyak orang yang menyarankan, kalau tidak mau dibilang protes, akan hobi membacaku yang mendekati kegilaan. Mereka semua bertanya, "udah pernah nulis? nulis lah, kan hobi baca masak gak pernah nulis!"
Hanya cengiran yang kupunya sebagai jawaban. Hingga ku bulatkan tekat tuk mengikuti seminar ini dengan niat akhir adalah kelas menulis yang ditawarkan.

Ternyata pada hari seminar, aku tak bisa hadir....kacau pikirku, namun panitia yang baik hati bilang, "Walau ngak bisa ikut seminar, kelas menulis'a tetap bisa ikut kok. kwitansi'a masih ada kan?"

Kalau jodoh tak kan kemana, ternyata pribahasa ini benar adanya. Jadilah saya murid kelas menulis. Saat ada tugas membuat cerpen, aku bingung, tak sempat pun menulis, kuambillah tulisan tragedi kopi yang ada di blog ini. Sial'a, cerpen ini kena giliran dibedah. Saat di bedah muncullah berbagai koreksi dan pembantaian, akhir'a sang guru menugaskan merevisi cerpen itu karena kesalahan fatal n amat banyak. Jadilah cerpen itu menjadi seperti ini:

TRAGEDI KOPI

Di suatu pagi yang awalnya terasa aneh.

“Dek Reduk!” Panggil mamak.

“Ya Mak,” sahutnya berlari kecil menghampiri mamak.

”Gulanya nggak ada lagi ya?”

”Ah yang betol?”

”Iya, sesendok pun nggak ada. Pergi beli ke pasar Duk ya!”

”Belinya sebentar lagi boleh? Sekalian Reduk ke kampus aja ya Mak, sekarang Reduk siap-siap.” Jawabnya sambil berlari menuju jemuran untuk mengambil handuk.

”Boleh juga lah, tapi jangan lama-lama ya! Ini mau buat kopi untuk ayah.”

”Oke! Bilang sama ayah sabar sebentar, sarapan aja dulu, kopinya belakangan.”

Reduk Fahlia namanya, anak yang periang dan ceroboh yang sudah pada tingkat kronis. Reduk, nama yang aneh, begitu selalu pikirnya. Tak henti-henti ia protes pada orang tuanya akan namanya yang selalu menjadi bahan olokan teman sebayanya dari ia taman kanak-kanak hingga sekarang. Ia mahasiswi di salah satu universitas negeri di Banda Aceh. Ia mengambil jurusan psikologi. Ibunya selalu khawatir, entah bagaimana ia bisa menjadi psikolog nantinya, semoga tidak menyusahkan pasiennya, begitu selalu harapan ibunya.

Sementara Reduk bersiap-siap, di saat yang sama teronggok sekantong plastik berisi kopi yang telah berumur berminggu-minggu dan ditinggal pergi oleh sang pembeli tanpa belas kasih.

Setelah selesai bersiap-siap, ia pamit pada ibu dan bergegas mengeluarkanb yotsubamio, Yotsuba adalah tokoh komik favoritnya, sehingga seluruh benda dinamai yotsuba. Reduk baru dua bulan yang lalu dapat mengendarai sepeda motor dan mengeluarkan yotsubamio dari tempat parkir rumahnya yang berbatu serta penuh gundukan tanah bukanlah hal ya mudah.setelah dorong ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan, tiba-tiba...

“Thuuuoob ploush...” bungkusan kopi berumur berminggu-minggu terinjak oleh Reduk.

“Tidaaak... apa ini!” Reduk berteriak dengan panik.

Ayah yang tadinya kalem-kalem saja mendengar percakapan ibu dan anak yang aneh itu angkat bicara.

”Kenapa Dek Duk?” Tanya ayah dari kejauhan.

”bau apa ini? Basah, lengket, ihh... siapa yang ninggalin kopi basi di sini? Bau mati!” omelnya tanpa sadar akan pertanyaan ayah.

”Alahai Dek Duk,“ ayah tak tau berkata apa lagi, Reduk sibuk dengan kopinya.

Reduk berlari-lari sambil mengendus dimana saja bersarangnya bom bangkai tersebut. Reduk kembali ke kamar dan mengganti pakaiannya. Sambil bersungut-sungut, ia mengambil air dan mencipratkan pada sisa-sisa bom bangkai yang mengenai yotsubamio.

”Masih bau nggak ya?” Gumam Reduk sambil mengendus si mio.

“Ka bereh!”*

“Mak! Dek Duk pergi dulu ya...”

“Jangan lupa gulanya!’

“Dua kilo kan?”

“Iya, jangan lama-lama! Ayah udah saatnya minum kopi.”

”Beres!”

Berangkatlah ia dengan si mio yang agak-agak basah.

Bruuum... Nyiiiit... sampailah ia di pasar.

“Bang, gulanya dua kilo.”

“Nih Dek, yang lain?”

“Itu aja Bang, nih uangnya.”

”Nih kembaliannya.”

Bruuum... Nyiiiiit... sampai di rumah.

”Mak! Ini gulanya.”

”Makasih ya, tapi ayah jadi telat deh minum kopinya.”

”Ya ampun, memang ada jadwalnya Mak? Hahahaha... Pergi ya! Sa... Kom,” ucapan salam yang tak pernah betul dan lengkap terdengar karena diucapakan sambil berlari.

”Ck...ck...ck... Dasar anak zaman sekarang!”

”Telat dah,” gumam Reduk sambil menaiki mionya.

Bruuum... Nyiiit... sampai di kampus.

”Pagi Kak! Tenang... acaranya belum mulai.” Si Umi, adek letingnya, menyapa dengan sumringah.

”Yaelah...padahal udah ngebut tadi. Huff!”

”Kenapa kok capek kali keliatannya?”

”Bla...bla...bla...” Berulanglah tragedi kopi dalam kata.

”Hahaha...” Tawa Umi membahana ke seluruh penjuru ruangan yang tak seberapa luas dan sepi itu.

Reduk pun ikut tertawa, namun tiba-tiba terlintas dalam pikirannya kenapa semua hal di pagi ini berhubungan dengan kopi.

”Dasar! Kenapa dengan kopi pagi ini.” Ia berkata sewot.

Umi tertawa makin kencang melihat Reduk yang tak henti-hentinya mengomel sambil memonyongkan mulutnya.



* sudah beres/ ok dalam bahasa aceh.


Banyak revisi yang terjadi, karena kok setelah direvisi jadi gimana gitu...jadilah pemeran utamanya saya ganti namanya. walau saya adalah fans no 1 nama sendiri, namun kali ini kegilaan itu harus di hide kan.

Selamat anda telah membaca tulisan ini!!.


1 comments:

Post a Comment

Arigatou.. Visit Again Yaa... ~