Friday, August 23, 2013

Menyontek

Beberapa waktu yang lalu, terdengar kabar bahwa paket soal Ujian Akhir Nasional (UAN) akan ditambah menjadi 20 paket. Sudah pasti semua orang dengan profesi apapun akan ribut. Sekolah-sekolah melakukan pengajian bersama, tidak sedikit yang melakukan demo dan menentang adanya UAN, dan hal-hal ajaib lainnya. Satu hal yang menarik perhatian saya hingga akhirnya post ini ditulis adalah: salah satu teman facebok saya (lupa siapa namanya) menshare sebuah foto anak-anak sekolah yang sedang mengerjakan soal ujian, di dalam foto tersebut tertulis tentang bertambahnya paket soal ujian. Saat menshare foto ini ia menulis sebuah kalimat yang menurut saya terdapat pengakuan secara tidak langsung, isi tulisannya kurang lebih bermakna bahwa ia bersyukur saat ia ujian dulu, paket soal tidak sebanyak itu. Seingat saya, saat saya UAN MAN terdapat dua paket soal, mungkin pada masa adik ini paketnya bisa edisi 4 paket atau edisi 6 paket, saya kurang tau.

Yang menggelitik saya adalah kata-kata yang ia tuliskan, ia bersyukur akan paket yang sedikit. Secara korelasi, tidak ada hubungan antara jumlah paket dengan besarnya peluang ia lulus UAN. Setiap paket soal UAN dibuat dengan taraf kesulitan dan jenis yang sama, hanya dengan sedikit variasi angka, subjek, pilihan jawaban, dll. atau, hanya ditukar-tukar nomor soalnya. Hal ini saya ketahui dari Tim pembuat soal UAN. Jadi jika ia memang punya kemampuan yang cukup untuk lulus, maka ia akan dapat menjawab soal-soal UAN tersebut, paket manapun yang ia dapat bukan masalah.

Tapi lain ceritanya jika terjadi penyimpangan, misalnya: menyontek, soal yang bocor, tersebarnya kunci jawaban, dll. Maka akan ada korelasi antara jumlah paket soal dengan besarnya peluang lulus UAN. Mengapa? Karena jika ia menyontek, maka orang yang dia contek atau mintai jawabannya belum tentu sepaket dengan dia. Jika soalnya bocor, maka belum tentu soal yang ia dapat adalah soal yang bocor, kalaupun benar soal yang sama, maka ada 20 paket yang harus ia selesaikan. Jika tersebar kunci jawaban, maka akan banyak sekali kunci jawaban yang beredar, belum tentu semua paket ia punya kunci jawabannya. Semakin banyak paket semakin kecil peluang keberhasilan melakukan kecurangan.



Tuesday, August 13, 2013

Sebuah Paragraf....

Yaaa.....sebuah paragraf yang mampu membuat saya sontak bangun, terduduk tegak sambil membaca kembali paragraf itu. Well, saya terbiasa membaca sambil tiduran yang tidak sehat, jangan ditiru! Kebiasaan ini tidak baik, dan hanya bagian-bagian bacaan tertentu yang mampu membuat saya bangkit duduk tegak dan membaca sisa tulisan/buku/novel dengan posisi terduduk dengan kepala tertekuk. Begitu selesai, saya sadar, leher saya sakit akibat duduk terlalu lama dengan posisi kepala tertekuk menatap lembar demi lembar hingga selesai. Hal ini jarang terjadi, kecuali untuk bagian-bagian terbaik, menegangkan, dan luar biasa dari sebuah buku. Bagian lain sisanya? tiduran!

Dan paragraf berikut membuat saya terduduk, padahal cerita keseluruhan dari salah satu cerpen buku "Madre" karya Dee ini biasa saja. Malah cerpen utama yang berjudul Madre jauh lebih menarik. Cerpen biasa saja ini berjudul "Have you Ever?" tapi sebuah paragraf darinya membuat saya bangkit dan ber- "Eeeeee?" panjang.
"Dua minggu yang lalu, sepucuk surat sepanjang tiga halaman sampai ke tanganku, diantarkan langsung oleh penulisnya. Seorang perempuan yang baru kukenal sebulan. Namanya Intan Cahaya. Semua orang memanggilnya Intan. Tapi aku refleks memanggilnya Cahaya. Ia bertanya alasannya. Jujur, kujawab "tidak tahu". Bagiku, dia Cahaya. Titik."
Akhir dari paragraf ini membuat saya de javu. Dan benar saja, bayangan saya kembali dimana saya membaca tulisan yang sama namun untuk nama yang berbeda, yup, nama saya. seseorang mengatakan hal yang hampir sama. Saat itu, saya merasa perkataan itu tidak berarti apa-apa bagi saya. Saya hanya berkomentar, "Orang pinter memang kelakuannya suka aneh-aneh". dan dijawab dengan satu kata, "Biarin". Hahahaha. Dia dengan mudahnya memanggil saya dengan nama berbeda. Ketika saya harus beradaptasi, dia sudah seperti menyebutnya bertahun-tahun tanpa canggung. Ckckckc.

Setelah membaca paragraf ini, I wonder, did he ever read this book? Maybe yes, maybe no. Hahahha....

Walaupun secara keseluruhan, cerita cerpen itu tidak ada mirip-miripnya sedikitpun dengan keadaan, kondisi atau cerita tokoh utamanya dengan kami, tapi paragraf itu jelas mirip sekali.

*Salam De Javu

Arigatou.. Visit Again Yaa... ~