Friday, March 1, 2013

Memahami? Dipahami?

Semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak, remaja, dewasa, juga orang tua, ingin dipahami. Semua orang ingin dipahami, dimengerti, dan diterima apa adanya. 

Saya, sebagai orang yang belajar di bidang psikologi, tentunya selalu belajar dan berkutat dengan yang namanya bagaimana memahami, mengenal, dan melihat apa yang diinginkan atau yang dimaksudkan orang lain. Setelah belajar (baik teori maupun praktek) selama hampir empat tahun, saya dapat mengatakan bahwa hal ini tidak mudah dan sangat kompleks. Salah-salah malah kita akan berujung pada lembah sok tau/sok paham atau malah sebaliknya, pada lembah tidak peduli/masa bodoh. 

Dari masa belajar dan mengaplikasikan ilmu ini dalam waktu yang sangat singkat itu, saya berfikir, karena ini hal yang tidak mudah, makanya banyak sekali orang yang mengeluh dan protes mengapa orang lain tidak dapat memahami dirinya. Tidak jarang hal ini menjadi masalah besar. Kita sering mendengar istilah: "pecah kongsi" atau mantan kawan, mantan pacar, mantan istri/suami, dan mantan-mantan lainnya yang menjadi korban istilah "sudah tidak cocok'. Inilah sebagian akibat dari masalah 'memahami dan dipahami'.

Sebenarnya, masalah memahami dan dipahami ini takes two to happen. Ya, butuh hubungan yang timbal balik agar ini benar-benar terjadi. Tapi masalahnya, kita selalu punya alasan untuk tidak memulai duluan. Kalau tidak ada yang memulai, maka tidak bakal jadi kenyataan juga. 

Kalau kata Aa Gym sih: "Mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang, dan mulai dari diri sendiri". Nah, kalau menggunakan filosofi ini, maka harusnya kita mulai belajar memahami orang lain, mulai dari diri kita, sekarang walau hanya berupa pemahaman-pemahaman yang kecil dan sepele.


Mungkin, orang yang kita mulai coba pahami tidak pernah balik memahami kita, tapi yakinlah semua yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Saya pribadi, mulai mencoba memahami banyak jenis orang dan banyak hal yang terjadi, tidak ada feedback nyata dari orang atau hal lain yang saya coba pahami. Tapi satu hal yang pasti adalah kita semakin baik dalam memahami, mengerti, dan menerima diri sendiri. Hal ini berjalan seiring dengan proses kita belajar memahami orang lain. Ketika saya melihat orang yang menjengkelkan, saya tidak langsung kesal, tapi saya mulai melihat ke dalam diri, pernah tidak saya seperti ini? jangan-jangan lebih sering dan lebih menjengkelkan. Tidak juga langsung dapat membuat saya berubah, tapi setidaknya, I know how it feels, dan lebih mawas diri. Melihat dinamika apa yang terjadi pada orang lain dan diri sendiri seolah menjadi hal yang menarik sehingga membuat saya lebih banyak melihat dan mempelajari dibandingkan balas marah, jengkel, sedih atau tertawa. Merasakan prosesnya menjadi jauh lebih menarik. Percayalah, tidak akan ada habisnya, semua orang berbeda dan menarik.

Saran saya, mulailah belajar memahami dari sekarang, karena prosesnya akan memakan waktu lama. Akan memakan banyak stok kesabaran, akan membuat sedih, akan membuat banyak hal terjadi, kalau tidak ikhlas dan mencintai prosesnya, maka akan kalah oleh perasaan-perasaan yang akan datang ini. Tapi jangan putus asa, karena tanpa belajar memahami pun sehari-hari kita juga merasakan hal ini, jadi kenapa mau rugi dengan tidak sekalian belajar, iya kan?
Jangan takut tidak mendapat giliran dipahami, karena jika semua orang memulai, maka pastinya kita juga akan menjadi objek yang memahami alias dipahami.

*Salam paham

0 comments:

Post a Comment

Arigatou.. Visit Again Yaa... ~