Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Novel luar biasa karya Tere Liye. Seperti karya-karya sebelumnya selalu ada hal yang membuat saya merenung memikirkan isi novel karya Tere Liye. Karena tak hanya sekedar cerita tapi saya lebih menganggapnya pelajaran hidup. Saya adalah orang yang sangat menggilai buku tapi amat sangat jarang membeli buku. Saya hanya akan membeli buku-buku atau komik yang sangat bagus menurut saya. Bagus ini pun bukan hanya sekedar sesaat, tapi bagus dalam arti jika saya punya keluarga, sodara, kawan, bahkan anak dan cucu saya nanti layak membaca buku-buku yang saya anggap bagus ini. Namun untuk karya-karya Tere Liye merupakan pengecualian, tidak perlu rekomendasi terhadap tiap judulnya, asalkan pengarangnya Tere Liye saya pasti beli. Tak jarang saya lupa bawa duit, karena memang hanya berniat cuci mata, saat saya melihat buku Tere Liye maka saya akan menitipkan itu buku ke kasir dan bilang, "Bang, saya beli buku ini tapi tunggu bentar ya, saya pulang ambil duit". Si abang cuma terbengong-bengong dan menggerakkan kepalanya tanda mengangguk. Aha, saya lupa, ini bukan toko buku langganan saya, mereka belum terbiasa. Namun kunjungan ke dua saya ke toko itu mereka hanya tertawa menyambut saya. Keanehan saya inilah alasan pertama anda harus baca bukunya Tere Liye. Ingin pinjam? Hubungi saya? Karena membaca tak harus membeli, keep reading guys...
Kembali pada novel berjudul di atas...
Novel ini mengisahkan kisah perjalanan Ray mendapatkan 5 jawaban atas pertanyaan besar dalam hidupnya. Langit berbaik hati menjelaskan ke 5 jawaban atas pertanyaannya. Dalam perjalanannya mendapat jawaban itu ia ditemani oleh Orang Dengan Wajah Menyenangkan. Kisah ini diawali dengan tangis Rinai, gadis malang penghuni panti asuhan, di malam karnaval hari raya, malam takbiran. Di tempat yang sama namun pada dimensi yang berbeda, seorang bernama Ray, pasien yang berumur enam puluh tahun, dan Orang Dengan Wajah Menyenangkan menemaninya. Orang Dengan Wajah Menyenangkan memulai tugasnya, membantu langit menjelaskan pada Ray jawaban atas lima pertanyaan besarnya. Mengapa ia harus tinggal di panti yang penjaga pantinya sok suci itu? Apakah hidup ini adil? Kenapa langit tega mengambil istrinya? setelah memiliki segalanya, kenapa ia merasa hampa dan kosong? mengapa ia harus mengalami sakit yang berkepanjangan?
Itulah lima pertanyaan Ray. Jalan hidupnya ternyata menjadi jawaban atas lima pertanyaan lain dari penjaga panti, Diar, Plee, dan orang-orang di sekelilingnya...dan Rinai adalah salah satu jawaban atas pertanyaannya. Semua peristiwa besar atas jawaban itu terjadi pada malam karnaval hari raya, malam takbiran.
Tahukah anda? Saya selesai membaca novel ini tepat pada malam takbiran, ketika karnaval hari raya Idul Adha berlangsung. Buku itu telah amat lama saya beli namun baru sempat membacanya beberapa minggu sebelum lebaran. Novel yang membutuhkan waktu lama menamatkannya, bukan karena tak ada waktu membaca tapi karena isinya yang membuat saya berfikir keras tentang diri saya sendiri. Selesai dengan pikiran-pikiran itu, bahkan tak jarang tak membuahkan jawab, barulah saya bisa melanjutkan bacaan saya. Jika tidak begitu, maka serasa capung berterbangan memenuhi otak saya. Tak terbayangkan jumlahnya jika saya usir saat khatam membacanya.
Namun kepenuhan capung ini tak berarti novel ini rumit, tak dapat dipahami atau sebagainya. Novel ini hanya membuat saya berfikir. Itu saja. Masalah saya menamatkannya pada malam takbiran, langit punya jawabannya. Saya hanya bisa melongo malam itu. Suara takbir sahut-sahutan dari kejauhan, tak perduli apa yang terjadi.
Tahukah anda? Saya selesai membaca novel ini tepat pada malam takbiran, ketika karnaval hari raya Idul Adha berlangsung. Buku itu telah amat lama saya beli namun baru sempat membacanya beberapa minggu sebelum lebaran. Novel yang membutuhkan waktu lama menamatkannya, bukan karena tak ada waktu membaca tapi karena isinya yang membuat saya berfikir keras tentang diri saya sendiri. Selesai dengan pikiran-pikiran itu, bahkan tak jarang tak membuahkan jawab, barulah saya bisa melanjutkan bacaan saya. Jika tidak begitu, maka serasa capung berterbangan memenuhi otak saya. Tak terbayangkan jumlahnya jika saya usir saat khatam membacanya.
Namun kepenuhan capung ini tak berarti novel ini rumit, tak dapat dipahami atau sebagainya. Novel ini hanya membuat saya berfikir. Itu saja. Masalah saya menamatkannya pada malam takbiran, langit punya jawabannya. Saya hanya bisa melongo malam itu. Suara takbir sahut-sahutan dari kejauhan, tak perduli apa yang terjadi.
Sinopsis pendek di belakang sampul buku ini tertulis: "di sini hanya ada satu rumus: semua urusan adalah sederhana. maka mulailah membaca dengan menghela napas lega". Namun sungguh setelah helaan napas lega itu tak akan ada lagi yang kedua, saya menghela napas dengan tercekat bahkan kadang tertahan bak disumpal hidung saya. tidak hanya membaca kisah Ray, tapi saya juga menjadi berpikir tentang hidup saya. Berulang, disetiap sub bab, di setiap petikan kisah. Tak henti seolah hujan terus mengguyur di musim penghujan, mata tak kering dari air bening sedikit asin yang terkadang bermuara di mulut. Begitu banyak penanda halaman yang saya buat di novel ini (tanda terbanyak hingga hari ini saya membaca novel).
Setelah membaca novel ini saya berfikir, apakah langit akan berbaik hati memberi jawaban atas lima pertanyaan besar saya? namun paragraf dalam novel ini menjawabnya: "...tentang berbagai bagian yang tidak dijelaskan, semoga langit berbaik hati memberi tahu. Kalau pun tidak, begitulah kehidupan. Yakinlah dengan ketidak-tahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat pada kita. Mungkin saja Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri".
Saya berdo'a agar saya dibimbing ke arah yang terbaik oleh Pencipta langit dan diberikan jawaban terbaik dari 'tahu' itu sendiri. Amiin...>.<
Saya memberi bintang 5 (lima) untuk novel ini. Bintang besar kalau ada...hehehe.