Tuesday, December 17, 2013

Belajar Dari Siapa Saja Part Ke Sekian

Assalamu'alaikum......semoga anda sehat wal 'afiat.

Kali ini saya ingin bercerita tentang salah satu pengalaman PPL yang sangat bebekas dan menyayat hati saya. (Dueile bahasanya, mulai lebay). Well, ini adalah sebuah pengalaman yang wajib saya bagi kepada teman-teman agar kita bisa sama-sama belajar dan introspeksi....:D

Bismillahirrahmanirrahim.....
Di pagi sabtu yang tidak cerah, dingin dan hampir turun hujan, saya sudah bersiap-siap mengeluarkan motor hendak ke sekolah. Jarak rumah saya sangat dekat dari sekolah, hanya memakan waktu 3 menit untuk sampai ke sekolah menggunakan motor. Sesampai di gerbang sekolah, masih di atas motor, tiba-tiba seorang anak setengah merajuk, kesal, dan menjerit ke arah saya. "Ibuuuuuk, ngak ada sekolah, kek mana ni?". Saya pun kontan berhenti dan bingung, "Hah?? maksudnya??"
Ternyata setelah meletakkan motor dan tanya sana sini, hari ini tidak ada sekolah untuk anak kelas 1 dan 2 karena anak kelas 3 try out UAN, sehingga semua kelas terpakai. Saya pun paham kini. 

Terlihatlah seorang murid yang tadi memberitahu saya dan seorang temannya yang bertubuh kecil berdiri di gerbang sekolah. Saya menanyakan apakah mereka juga tidak tahu seperti saya, bahwa hari ini tidak ada sekolah. mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu. Mereka meminta saya menghubungi orang tua mereka untuk di jemput, seorang yang meneriaki saya akan dijemput oleh ibunya. seorang lagi yang bertubuh kecil diminta ibunya pulang sendiri karena tidak ada kendaraan untuk menjemput. Setelah saya tanyakan rumahnya tidak jauh dari sekolah jika naik motor, namun jauh jika harus berjalan kaki. saya memutuskan untuk mengantar anak yang bertubuh kecil setelah menunggu yang satunya lagi di jemput. Si anak bertubuh kecil, sebut saja Kiki, menolak untuk diantarkan. namun saya berkeras, karena dia terlihat ragu apakah akan pulang jalan kaki, karena jika naik kendaraan umum, sangat tanggung, jarak sekolah hingga perhentian kendaraan umum cukup jauh dan hampir sama saja dengan berjalan kaki sedikit lagi hingga sampai ke rumah. Saya pun memaksanya agar mau di antar. Akhirnya dia bersedia. 

Saya mengambil motor dan mengantarnya pulang, sesampai di lorong rumahnya, dia meminta untuk diturunkan di depan lorong saja dan ia ingin jalan kaki. Saya menolak karena tanggung. dia mengatakan bahwa tidak mau membuat saya capek-capek mengantar. Namun saya menjawab, "Ibuk kan naik motor, mana da capek, apa ada jalan kaki ibuk antar kamu, hehehe." Dia pun kembali duduk di boncengan dengan diam. sesampai di pertengahan lorong dia kembali minta turun. Saya pura-pura tidak dengar sambil menanyakan yang mana rumahnya. Kemudian sesampai di persimpangan pojok bercabang dua. dia menunjukkan sebuah ruko berwarna hijau. "Di situ saja buk," ungkapnya. Saya pun tidak lagi membantahnya karena ini sudah yang ke tiga kalinya. saya berfirasat ia tidak ingin saya tahu yang mana rumahnya. Saya pun menjaga privasinya. walaupun dia siswa kecil yang baru duduk di kelas 1 SMP, ia berhak mendapatkan privasinya, begitu pikir saya. Saya menurunkannya, mengucapkan selamat tinggal, hati-hati dan berbalik arah kembali ke sekolah.

Secara personal, saya tidak kenal anak yang saya antar tadi pagi. hanya saja ada perasaan khawatir dan curiga bahwa anak ini akan pulang jalan kaki dan itu cukup jauh, sekitar 2-3 Km jaraknya. sehingga akhirnya saya mengantarnya. Tidak ada alasan khusus lainnya. Di perjalanan saya ingat saat saya menanyakan bagaimana ia bisa tidak tahu, sedangkan kawannya tahu bahwa hari ini tidak ada sekolah. Dia menjawab dengan mengatakan bahwa ia tidak mendengar pengumman dan sudah tiba di sekolah semenjak pukul 5:30 pagi. Karena sambil membawa motor saya hanya ber-eh?-ria dan bingung, berasumsi bahwa saya salah dengar akibat riuh kendaraan. Saya pun tidak memikirkannya dan tidak berencana menanyakannya kembali.

Sesampainya saya di sekolah, teman-teman PPL saya sudah menunggu di gerbang. Saya pun ikut berjaga digerbang agar anak-anak kelas 7 dan 8 yang baru tiba di sekolah langsung diberitahu dan dapat langsung pulang dengan yang mengantarkan. Setelah pukul 8 lewat, kami memtuskan kembai ke ruang PPL. Di ruang PPL kami hanya duduk-duduk sambil bercerita banyak hal, mulai dari berniat mengerjakan RPP, bercerita pengalaman mengajar dan lainya. Hingga akhirnya tiba pada cerita tentang bullying di sekolah. Sampailah kami pada satu cerita dimana ada seorang anak yang dijauhi oleh teman-temannya (Sebut saja Kiki). Anak ini adalah anak kurang mampu, ayahnya bekerja sebagai pekerja kasar atau pesuruh di tempat-tempat yang membutuhkan jasanya. Ibunya bekerja sebagai tenaga cuci pakaian. Anak ini adalah anak pertama dari 3 bersaudara.

Ia selalu dijauhi teman-temannya, hanya ada seorang anak yang mau berteman dengannya. Namun itupun tidak selalu berteman. Saat gotong royong di sekolah setiap jum'at dia selalu menawarkan diri utntuk mencuci kain pel. Anak-anak lain tidak akan ada yang mau. Jikapun bersedia pasti memeras kain pelnya ogah-ogahan dengan beberapa jari saja. Namun saat Kiki mencuci kain pel, ia dengan bersunguh-sungguh memeras kain pel dengan kedua tangannya tanpa sungkan. Taman saya yang merupakan guru PPL sangat salut padanya. Namun hal ini pun menjadi masalah bagi temannya. Kiki dianggap cari muka di depan guru. Lagi-lagi ia dijauhi. Semenjak hari itu ia menolak mencuci pel karena tidak ingin dianggap cari muka. Namun Teman-temannya yang lain juga tidak mau mengerjakan tugas tersebut. Akhirnya posisi menjadi sulit dan terpojokkan. Terlepas dari pel-pelan, Kiki dijauhi temannya mungkin saja akibat dirinya yang kurang mampu dan nilai akademisnya yang kurang baik. Di penutup cerita, teman saya mengatakan bahwa ia selalu ke sekoah pukul 5:30 pagi.

Jantung saya seperti dikejutkan oleh listrik. Langsung bayangan saya mencoba melukis kejadian tadi pagi. Saat anak yang saya bonceng mengatakan bahwa ia sudah berangkat dari pagi buta. Mata saya berkaca-kaca. Sambil terus berusaha keras mengingat kembali raut anak yang saya antarkan. Ahhh....Allah mengajarkan banyak hal melalui anak ini kepada saya. Tidak hanya kebetulan belaka saya mengantarnya tadi pagi. Allah telah menakdirkan saya belajar darinya.

Kiki harus berangkat pagi karena ayahnya yang bekerja harus berangkat menggunakan sepeda dan tiba di tempat kerja pagi-pagi sekali. Jika ia tidak ikut ayahnya, maka tidak ada lagi yang bisa mengantarkannya. Ia akan menunggu disebuah tempat aman di dekat sekolah hingga pukul 7 pagi, kemudian baru berjalan kaki sedikit ke sekolah. Hal ini dikarenakan pagar sekolah yang baru dibuka pada pukul 7 pagi. Subhanallah, seorang anak kecil yang baru berusia antara 11 atau 12 tahun harus melakoni ini.

Saya jadi terbayang, jika ia harus berangkat subuh-subuh, berarti minimal dia harus bangun pagi pukul 4 pagi untuk bersiap-siap ke sekolah. ckckck. Membayangkan anak-anak yang kerap kali sulit dibangunkan untuk ke sekolah. sepertinya dia harus berjuang keras melewati urusan sepele seperti malas bangun. Karena perjalanan berangkat sekolahnya tidak hanya sekedar bangun tidur. Subhanallah.

Nilai-nilai sekolahnya yang kurang baikpun, mungkin disebabkan karena tidak adanya waktu untuk belajar. Di sekolah ia baru pulan sore hari sekitar pukul 5 sore. belum lagi dia harus membantu orang tua baik urusan rumah tangga, menjaga adik, atau membantu pekerjaan lainnya. Di malam hari ia harus lekas tidur, belum lagi membuat PR dan tugas sekolah. Ah, sedikit sekali waktunya tersisa untuk belajar. 

Bersyukurlah kita yang memiliki waktu yang berlimpah ruah untuk terus belajar bahkan masih tersisa banyak untuk bermain. Harus bersyukur dengan kendaraan yang ada yang dapat digunakan kemana saja kapan saja. Yang diberi uang jajan yang cukup untuk dibelanjakan. Dan kelebihan-kelebihan yang kita anggap biasa saja bahkan kurang ini harus kita syukuri dan maksimalkan potensinya karena banyak sekali Kiki-Kiki lain yang tidak merasakan kemudahan yang kita rasakan. Hiks...Hiks.... T.T 

Dari anak ini saya terus belajar banyak. Kesokan harinya saat berpapasan, ia dengan malu-malu mengucapkan terima kasih karena sudah diantarkan kemarin. Saya menatapnya lekat sambil tersenyum berusaha menyimpan potret wajahnya di memori terdalam agar saya tidak lupa dan terus belajar darinya.
Masih banyak sekali yang harus dibenahi dari diri saya selama waktu singkat yang diberikan Allah di usia yang terus menua. Semoga Allah meridhai. Amiiin.

Di penghujung tahun, saat usia hampir bertambah dijit.

*Salam Sayang untuk murid-murid saya tercinta..... :*

3 comments:

rizarahmi said...

Juza, dirimu sudah memiliki naluri seorang guru :)
bukan hanya bertugas mentrasfer ilmu, tapi juga mendidik :)
ada banyak anak yang dicap nakal karena guru-guru di sekolahnya enggan menghadapi mereka.

Pengalaman waktu saya PPL dulu juga gitu. Anak-anak dijejal banyak sekali LKS. Saya PPL di MTsN pula. Mata Pelajarannya banyak sekali :(

padahal anak-anak itu rata-rata bukan berasal dari keluarga ekonomi mapan. Mereka kadang pulang sekolah harus membantu orang tua mencari nafkah :)

Carina Adhitia said...

:')

Yotsuba said...

k'riza: Betul2 kak...mata juza terbuka lebar lihat anak2 ini. karena kita terbiasa serba ada jadikurang bersyukurnya, smoga bs terus bersyukur....amiiin

Carin :D

Post a Comment

Arigatou.. Visit Again Yaa... ~