Assalamu'alaikum....
Pagi ini saya menyesal untuk 2 hal besar. Pertama, menyesal karena saya telah bermuka masam kepada ibu saya. Kedua, menyesal karena saya telah menyepelekan sebuah tugas kuliah dibanding tugas yang lain. Dua hal besar ini berkaitan satu sama lain, hingga akhirnya saya sadar bahwa ini semua bermuara kepada kebiasaan buruk saya, prokrastinasi. (Ayo dicari sendiri apa itu prokrastinasi, paman google setia menjawab). Karena penyesalan selalu datang terlambat, sekarang saya benar-benar menyesal atas keterlambatannya hadir.
Akibat kebiasaan prokrastinasi saya, saya telah sukses menumpuk 4 tugas yang harus diselesaikan dalam satu malam. Saya harus mengerjakan dua tugas concept map, self assessment table dan writing a one page essay. Karena saya kurang suka menulis, sembari mempertimbangkan bahwa hanya satu lembar, maka saya pun menyelesaikan tugas yang lain terlebih dahulu. Ternyata, tugas yang lain take too much time. Saya baru selesai pukul 1 malam. Dengan mata setengah watt, saya pun menulis di kertas coret-coret. Karena amat sangat mengantuk, akhirnya saya memutuskan untuk mengetik tugas writing besok pagi saja. Keesokan paginya, saya mengetik tugas tersebut. Saya mulai panik karena hanya punya sedikit waktu dan tulisan coret-coret itu belum baik dan benar, "sempatkah saya memperbaikinya?" Kalimat ini terus berlari keliling-keliling di otak saya. Tulisan ini pun akhirnya hanya berakhir setengah halaman. Saat ingin menambah jumlah baris dan memperbaikinya, Ibu saya masuk ke kamar saya, meminta saya untuk membelikan kelapa di pasar sebelum pergi kuliah, beliau sedang sakit tangan. Saya menghentikan aktifitas menulis dengan hati kesal dan sedikit takut dengan nasib tulisan saya.
Saat ibu saya meminta saya membelikan kelapa, saya mengatakan bahwa saya kuliah pagi ini jam delapan, dengan maksud dibebaskan dari urusan kelapa. Namun ibu saya memberikan solusi yang membuat saya lebih muram, "siap-siaplah lebih cepat". Beliau biasanya tidak memaksa, namun karena sedang sakit tangan, beliau memberikan alternatif jawaban itu. Saya mengiyakan, namun muka saya berubah menjadi kecut. Saya pun bergegas bersiap-siap tanpa banyak bicara. Saat saya sarapan, saya hanya makan dalam diam. Ibu saya memancing beberapa pertanyaan, saya menjawab sekedarnya. Saya merasa beliau tau, bahwa saya kesal. Saya adalah orang yang sangat cerewet dan merespons sesuatu dengan terlalu panjang, maka saat saya merespon dengan dingin dan pendek, berarti saya sedang malas, kesal, marah, dan tidak ingin diganggu. Mengabaikan hal itu, saya pergi membeli kelapa. Saat tiba di pasar, saya tertegun luar biasa, tertampar kiri kanan, luka berdarah-darah. Pasalnya seorang anak SD, berseragam legkap bersiap pergi sekolah yang tinggal tidak jauh dari rumah saya, tiba-tiba menyerahkan seplastik ketumbar milik ibunya kepada tukang kukur kelapa untuk digiling. Saya tau dengan pasti, anak ini berjalan kaki dari rumahnya kepasar. Dipasar, ia telah ditunggu untuk diantar oleh salah satu pekerja di toko ibunya. Saya malu luar biasa, anak ini yang dengan kakinya berjalan hendak ke sekolah masih sempat mengantarkan pesanan ibunya tanpa tersirat sedikitpun cemberut di wajahnya. Sedangkan saya yang dengan motor, hanya memakan waktu kurang dari 5 menit untuk menyelesaikan urusan kelapa, sambil berangkat dengan mudahnya ke kampus, terbersit kesal yang luar biasa masam di muka saya karena kelapa.
Dalam perjalanan kembali ke rumah, untuk menyerahkan kelapa, saya menyesal hebat. Ditambah lagi, saat saya menyerahkan kelapa kepada ibu saya, beliau bilang, "Ka mengganggu dek Lia". Saya menjawab, "Mana da, kan tadi udah pigi lebih cepat" dengan mata menahan tangis. Cepat-cepat saya akhiri perbincangan itu dan melaju ke kampus. Di perjalanan menuju kampus, saya benar-benar merasa menjadi anak durhaka. Betapa saya tega bermuka masam hanya karena lima menit urusan kelapa, padahal ibu saya menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk mengurus saya. Air mata tak terbendung. Tumpah di perjalanan. Saya menjadi benar-benar khawatir jika ibu saya nanti-nanti tidak akan menyuruh saya lagi di lain waktu pagi. Saya merasa pagi itu adalah pagi terakhir saya dapat berbuat sesuatu untuk ibu saya, namun saya menyia-nyiakannya. Perjalanan menuju kampus yang berkabut hitam.
Sampai di kampus, saya menghapus sisa-sisa kabut hitam di muka saya. Pelajaran akan segera dimulai. Saat berlangsung mata kuliah pertama, yaitu writing, saya menyesal dengan sangat karena saya telah menyepelekan tugas ini. Semua teman-teman menulis dengan baik sekali dan tepat satu halaman. Tulisan saya seolah sampah yang siap untuk dikumpul. Melihat mereka yang sibuk dengan tugas lainnya, saya sadar, mereka juga sibuk, mereka juga memiliki banyak tugas, tapi mereka mengerjakanya dengan baik dan benar. Penyesalan kedua telak menghantam ke-soksibuk-an saya dan sifat prokrastinasi saya.
Pagi ini penyesalan datang terlambat, namun saya memutuskan dua hal besar untuk dirubah. Pertama menghindari bermuka masam dan harus lebih ikhlas dalam membantu orang tua. Kedua, Saya akan memperbaiki writing saya dan akan menyisakan waktu yang lebih banyak untuk latihan menulis. Semoga semangat perubahan ini tidak hanya membara di minggu-minggu pertama. Amiiiin....>.<
*Salam muka manis....:)
2 comments:
and the rain drops successfully in my heart and... eyes!
My mom and every moment with her in it just splashed back in sudden. Merasa diingatkan lagi baca postingan ini. Malu hati kali, kali.
Thanks for this nice heart-warming story, juza... :)
sama2 kak, smoga bermanfaat... cerita ini juza tulis biar juza selalu ingat n ngak lagi, lagi kayak gitu....:D
Post a Comment